Selamat Datang di Blog Novi Mulyani

google translate

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sunday, June 16, 2013

Copyright, Open Access dan Common Creative Writing



Copyright, Open Access  dan Common Creative Writing

Dengan semakin berkembangnya teknologi dan informasi, serta kemudahan akses yang diberikan. Mempermudah terjadinya banyak kejahatan informasi, kejahatan ini berupa pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pengguna tentang bagaimana menggunakan atau mengambil informasi dengan benar tanpa merugikan pihak lain. Semakin maju teknologi maka semakin berkembang pula pelanggaran-pelanggaran tersebut. Seperti pelanggaran copyright, open access ataupun mengutip (Common Creative Writing) hasil orang lain. Setiap informasi pasti dibutuhkan oleh orang lain dan tidak ada yang mau dirugikan baik pihak pemberi informasi maupun yang membutuhkan informsi. Sehingga dibuat adanya aturan copyright, open access maupun cara mengutip.

Copyright merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film,  karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Hak cipta diatur dalam Undang-Undang No19 Tahun 2002.

Open access merupakan kebebasan akses informasi yang diberikan kepada pengguna informasi agar mereka bisa dengan mudah mengambil informasi, menyebarluaskannya, mencetak, menelusur, atau membuat kaitan dengan informasi tersebut secara sepenuhnya, menjelajahinya untuk membuat indeks, menyalurkannya sebagai data masukan ke perangkat lunak, atau menggunakannya untuk berbagai keperluan yang tidak melanggar hukum, tanpa harus menghadapi hambatan finansial, legal, atau teknis selain hambatan-hambatan yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan mengakses Internet itu sendiri. Dalam open access ini hak cipta berperan dengan memberikan hak ciptanya kepada penulis untuk memberikan hak siptanya tersebut diperluas atau disebar kepada pengguna.

Mengutip (Common Creative Writing) merupakan mengambil gagasan atau ungkapan seseorang sebagai tambahan penulisan. Biasanya dalam mengutip seseorang bisa melampirkan nama penulisnya dalam catatan kaki (footnote). Gagasan itu bisa diambil dari kamus, ensiklopedi, artikel, laporan, buku, majalah, internet, dan lain sebagainya. Dalam mengutip informasi hak cipta memberikan hak ciptanya kepada penulis.

Maka dalam mengambil informasi baik dalam dunia maya  maupun dalam buku kita harus selalu memperhatikan ketiga hal tersebut. Agar tidak melanggar hukum ataupun merugikan penulis atau pencipta informasi tersebut. Keharmonisan dalam dunia informasi akan berjalan berkesinambungan bila masing-masing pihak tidak saling merugikan. Kita membutuhkan informasi dan penulis atau pencipta mempunyai hak atas informasi yang kita butuhkan.

 

 

 

 

 


Daftar Pustaka

Thursday, May 30, 2013

Pembaharuan Pemikiran Islam (Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan)


 
A.    Penyebab Kemunduran Islam
Mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kekuatan, kemungkinan dan tantangan (SWOT).  Kemunduran suatu peradaban tidak dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga bersifat sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya – yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal – berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu dan kemudian faktor internalnya.
Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb:
a.       Faktor internal (ekologis)
Kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar.

b.      Faktor eksternal.
Faktor eksternal yang berperan dalam kejatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. “Perang Salib”, menurut Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya.” Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah berakhir.

B.     Tokoh Pembaharuan Islam
1)      Muhammad Abduh
a.      Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di Mahallah Nasr, suatu perkampungan agraris termasuk Mesir Hilir di propinsi Gharbiyyah pada tahun 1849 M (1265 H) . ayahnya bernama Abduh bin Hasan Chairullah berdarah Turki, sedangkan ibunya Junainah binti Utsman al-kabir mempunyai silsilah keluarga besar keturunan Umar bin Khattab. Kedua orang tua hidup dalam masa regim Muhammad Ali Pasha.
Muhammad Abduh belajar mnulis dan membaca agar dapat membaca dan menghafal Al Quran. Dalam tmpo 2 tahun Muhammad Abduh sudah dapat menghafal Al Quran. Kemudian ia dikirim ke Tanta untuk belajar agama di Masjid Syekh Ahmad di tahun 1862. Stlah 2 tahun belajar bahasa arab, nahwu, sarf, fiqh dan sebagainya ia merasa tidak mndapat apa-apa. Tentang pengalaman inin Abduh mengatakan “satu setengah tahun saya belajar di Masjid Sykh Ahmad dengan tidak mengerti apapun. Ini adalah karena metode nya salah, guru-guru mulai mengajar kita dengan menghafal istilah-istilah tentang nahwu dn fiqh yang tidak kita mengerti artinya. Guru-guru tidak merasa penting  apa yang kita mengerti  atau tidak mengerti arti istilah itu”. Karena tidak puas dengan metode mnghafal luar kepala Abduh akhirnya meninggalkan pelajaran di Tanta.
Tahun 1865 pada usia 16 tahun Muhammad Abduh menikah. Baru menikah 40 hari, ia dipaksa orang tuanya kembali belajar ke Tanta. Ia menunggalkan kampungnya tapi tidak untuk pergi ke Tanta melainkan pergi kerumah pamannya. Dirumah pamannya Syekh Darwisy, karena mengetahui keengganan Abduh untuk belajar maka pamannya selalu membujuk supaya membaca buku. Setelah itu Abduh mulai mengerti apa yang dibacanya dan ingin menegrti  dan mnegetahui lebih banyak. Akhirnya ia pergi ke Tanta untuk  meneruskan pelajarannya.
Setelah selesai belajar di Tanta, ia meneruskan studi ke Al-Azhar ditahun 1866. Saat belajar di Al-Azhar disini Abduh pertama kalinya bertemu dengan Jamaludin Al-Afghani. Ketika Abduh dan teman-temannya berkunjung ke penginapan Al-Afghani memajukan prtanyaan-pertanyaan kepada mereka mengenai arti beberapa ayat Al Quran. Kemudian ia berikan tafsirannya sndiri, perjumpaan ini terkesan baik dalam diri Abduh. Ketika Al-Afghani datang pada tahu n 1871 untuk menetap di Mesir, Abduh menjadi muridnya yang paling setia. Ia mulai belajar falsafah dibawah pimpinan Al-Afghani. Dimasa ini Abduh mulai menulis karangan-karangan untuk harian Al-Ahram.
Ditahun 1877 studinya selesai di Al-Azhar dengan mendapat gelar Alim. Ia mulai mengajar prtama di Al-Azhar, kemudian di Dar Al-Ulum dan juga dirumahnya sendiri. Diantara buku-buku yang diajarkannya ialah buku akhlak karangan Ibn Miskawaih, Mukaddimah Ibn Khaldun dan sejarah kebudayaan Eropa karangan Guizot yang diterjemahkan Al-Tahtawi kedalam bahasa Arab tahun 1857. Pada tahun 1879 Abduh diangkat sebagai dosen tetap di Universitas Dar-al-Ulum dan Perguruan Bahasa Khedevi. Mengajar ilmu kalam, sejarah, ilmu polotik dan kesusastraan Arab. Pada tahun 1880 Abduh diangkat sebagai salah satu Redaktur surat kabar pemerintah Al-Waqai al-Mishriyyah, kemudian menjadi Editor in Chief (ketua Redaktur). Abduh juga  memasukin gelanggang politik dan aktif terlibat dalam Partai Nasional Mesir (Al-Hizb al-Wathan) yang didirikan oleh Jamaluddin al-Afghani. Karena keikutsertaannya dalam partai hukuman pengasingan ke luar negeri selama 3 tahun. Abduh juga menulis kitab syarah dan komentar-komentar. Satu karya monumental yang dihasilkan selama dipengasingan (Beirut) adalah buku Risalah al-Tauhid.
Tahun 1888 Abduh diperkenankan tinggal kembali di Mesir dan ia langsung diangkat menjadi hakim. Tahun 1890 ia dipercaya sebagai penasehat hukum pada Mahkama Agung yang berkedudukan di Cairo. Pada tanggal 15 Januari 1895 Khedevi Abbas mengeluarkan surat keputusan pembentukan Dewan Pimpinan al_Azhar yang terdiri kalangan Ulama, s
ementara Abduh ditunjuk sebagai anggota yang mewakili pemerintah. Pengabdian puncaknnya adalah ketika Abduh diangkat menjadi Mufti Besar sejak tanggal 3 Juni 1899 menggantikan Syeikh Hasunah al-Nadawi. Akhirnya setelah sakit beberapa lama Abduh meninggal dunia pada 11 Juli 1905. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman negara Cairo

b.      Pemikiran Muhammad Abduh
Kepercayaan pada kekuatan akal adalah dasar peradaban suatu bangsa. Akal terlepas dari ikatan tradisi akan dapat memikirkan dan memperoleh jalan yang membawa pada kemajuan. Pemikiran akallah yang menimbulkan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan modern yang banyak berdasar pada hukum alam(natural laws) tidak bertentangan dengan islam yang sebenarnya. Hukum alam adalah ciptaan Tuhan dan wahyu juga berasal dari Tuhan, karena keduanya berasal dari Tuhan maka ilmu pengetahuan modern yang berdasar hukum alam dan islam sebenarnya berdasarkan wahyu. Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan ilmu pengetahuan modern mesti sesuai dengan islam.
Kepercayaan pada kekuatan akal membuat Muhammad Abduh pada faham bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam kemauan dan perbuatan (free wiil and free act atau (Qadariah). Faham ini dapat dilihat dari uraianya menegnai perbuatan manusia dalam Risalah Al-Tauhid. Abduh menyebutkan bahwa manusia mewujudkan perbuatannya dengan kemauan dan usahanya sendiri, dengan tidak melupakan bahwa diatasnya masih ada kekuasaan yang lebih tinggi.
Sebagai konskuensi dari pendapatnya bahwa umat islam harus mempelajari dan mementingkan ilmu pengetahuan, umat islam harus pula mementingkan soal pendidikan. Sekolah-sekolah modern perlu dibuka, dimana ilmu pengetahuan modern diajarkan disamping pengetahuan agama.
Pemikiran Muhammad Abduh mencakup berbagai segi inti :
a. segi politik dan kebangsaan
b. sosial
c. keyakinan
d. pendidikan dan pengajaran umum.
Pemikiran Abduh menyangkut masalah nasional adalah tentang batas-batas negara, hubungan dan rasa cinta warga terhadap negara. Dalam bukunya Abduh menulis,
“pada dasarnya negara harus dicintai, sebab :
1. ia tempat tinggal dimana terdapat makanan,warga dan seluruh keluarga
2. ia w
adah hak-hak dan kewajiban, itulah inti kehidupan politik dan              merupakan kebutuhan nyata.
3. ia tempat menisbahkan diri yang bisa mulia, terjajah atau terhina keadaannya abstrak”[1]

Dalam bidang sosial pemikiran Muhammad Abduh mencakup beberapa hal diantaranya tentang  jiwa kebersamaan, kepincangan masyarakat dan ekonomi nasional. Menurut Abduh betapa pentinganya jiwa kebersamaan umat untuk memperlemahkan jiwa individualisme dan separatisme. Caranya dengan pendidikan sebenarnya yang didasarkan atas ajaran-ajaran agama islam. Ilmu pengetahuan yang sebenarnya mengajarkan kepada manusia hubunngan antara dirinya dan orang lain, sehingga manusia mengetahuan siapa dia, siapa berssamanya, sehingga satu perasaan dan satu ikatan itulah persatuan.

Dibidang keyakinan (akidah), Muhammad Abduh membahas dua tema pokok , yakni :
1. pembebasan kaum muslimin dari akibat kaum Jabariyah
2. pemeberian pngertian kepada mereka bahwa akal adalah nikmat dari Allah dan harus selaras dengan agama dan Risalah-Nya bagi manusia. Melalaikan kemampuan akal berarti menutup mata dari nikmat Allah.
Muhammad Abduh berpendapat sikap fanatik terhadap berbagai madzhab dan buku-buku yang ada secara mutlak, tidak hanya berkaitan erat dengan kelemahan kepribadian dan ilmu pengetahuan umat islam waktu itu, sehingga tidak selaras dngan kitabullah dan sunnah Rasul.
“Keyakinan kita, agama islam adalah agama dengan akidah tauhid (monoteisme) bukan politeisme. Tinganya adalah wahyu dan penopangnya akal. Selain itu adalah motivasi setan atau nafsu para pemimpin”[2].

Sedangkan pemikiran Muhammad Abduh dibidang pendidikan dan pengajaran umum mencakup diantaranya :
1. perlawanan terhadap taklid dan kemadzhaban
2. perlawanan terhadap buku-buku yang tendensius untuk diperbaiki dan dissuaikan dengan pemikiran rasional dan historis.
3. reformasi Al-Azhar yang merupaka jantung umat islam, jika rusak maka maka rusaklah umat dan jika baik maka baiklah umat.
4.menghidupkan kembali buku-buku lama untuk mengenal intelektualitisme islam yang ada dalam sejarah umatnya, serta mengikuti pendapat-pendapat yang benar disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Menurut Abduh terpecahnya umat islam menjadi beberapa golongan disebabkan lemahnya mereka sebagai satu umat yang kuat.  Adanya jurang pemisah antara ilmu kalam yang satu dengan lainnya, bahkan perpecahan antara ahli kalam dengan ahli filsafat. Juga terdapat jurang pemisah antara ahlui fiqh yakni adanya brbagai madzhab dalam hal mua’malah bersama manusia dan ibadah kepada Allah, dimana mereka saling bertentangan. Hal ini dapat kita dapatkan dalam buku-buku fiqh mutakhir..
Abduh meletakkan prinsip-prinsip dasar untuk penulisan modern, dan menggambarkan sisitematika penafsiran Al-Quran. Prinsip itu ada dalam karangannya Risalah Tauhid dan dalam tafsirannya terhadap kitabullah. Sistematika penafsiran yang dikemukakan Abduh berdasarkan kepada prinsip-prinsip :
a)      Menyesuaikan peristiwa-peristiwa yang ada pada masanya dengan nash-nash Al-Quran, baik dengan  memperluas arti nash maupun analogi.
b)      Menganggap Al-quran sebagai satu kesatuan yang utuh. Tidak boleh beriman kepada sebagaian dan meninggalkan sebagaiaan yang lain. Memahami bagiannya tergantung kepada pemahaman kepada sluruh isinya.
c)      Menganggap surat sebagai daasar untuk memahami ayat-ayatnya. Senagkan sub-sub dasar untuk memahami nash-nash yang ada didalamnya.
d)     Bahasa ynag dibuat-buat harus dijauhkan dalam penafsiran alquran, sebab tafsir bukan untuk melatih kemampuan bahasa.
e)      Tak boleh melalaikan peristiwa sejarah dalam perjalanan dakwah islam untuk penafsiran ayat-ayat yang turun pada waktunya.
Dengan sisitem penafsiran tersebut muhammad Abduh tidak hanya memberikan penghormatan dan penghargaan kepada alquran. Bahkan ia telah membentuk cakrawala baru bagi kehidupan umat islam.


c.       Pengaruh Muhammad Abduh
Pendapat dan ajaran Muhammad Abduh banyak mempengaruhi dunia islam pada umumnya terutama didunnia Arab melalui karangan-karangan Muhammad Abduh sendiri dan melalui tulisan-tulisan muridnya seperti  Muhammad Rida dengan majalah Al- Manar dan Tafsir Al-manar, Kasim Amin dengan buku Tahrim Al-ma’rah, Faris Wajdi dengan Dairah Al-Ma’arif dan karangan-karangan lainnya.


2)      Sayyid Ahmad Khan
a)   Biografi Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut keterangan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Neneknya, Sayyid Hadi, adalah pembesar istana di zaman Alamghir II (1754-1759). Ia mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agama dan disamping Bahasa Arab ia juga belajar Bahasa Persia. Ia orang yang rajin membaca dan banyak memperluas pengetahuan dengan membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ayah nya bernama Mir Muttaqi adalah seorang pemimpin agama, tetapi karena keturunan Sayyid maka ia juga memperoleh pengaruh besar dan juga sangat dihormati oleh raja Mughal pada waktu itu, Akbar Syah II. Sayyid Ahmad Khan menganut paham mu’tazilah.
            Pada waktu Sayyid Ahmad Khan mulai besar sampai pada umur masuk sekolah, pertama-tama ia dibawa kepada Syaikh Ghulam Ali, yang mengajarnya huruf Arab. Pada waktu kecilnya Sayyid Ahmad Khan sering kali dibawa oleh ayahnya kepada Syaikh Ghulam Ali dengan menunjukkan kecintaan yang mendalam kepadanya dan dengan gembira bermain-main dengan segala kelucuannya. Dalam suasana yang sangat agamis Sayyid Ahmad Khan tumbuh dengan sangat taat pada agama yang menandai selama hidupnya. Untuk pemahamannya secara mendalam tentang masalah-masalah kenegaraan dan hubungan pertamanya dengan pengetahuan dan peradaban Barat, ia berhutang budi pada kakek dari pihak ibunya, Khwaja Fariduddin, yang selama delapan tahun menjadi Perdana Menteri di Istana Mughal. Ia merupakan ahli matematika yang paling terkemuka di antara orang-orang Muslim India pada waktu itu, dan juga sangat memahami masalah-masalah kenegaraan. Khwaja Fariduddin meninggal dunia waktu Sayyid Ahmad Khan masih anak-anak. Tetapi pengaruh yang ia tanamkan dalam bentuk adat kebiasaan dan watak cucu yang cemerlang itu bukanlah kecil. Karena Bapak Sayyid Ahmad adalah seorang pemimpin agama, ia sendiri dan ibunya hidup di rumah kakek dari pihak ibu, dan anak yang cerdik itu melihat dari dekat kehidupan sehari-hari latar belakang sosial dan politik dari seorang Menteri Mughal. Di kemudian hari, ia menulis Biografi Khwaja Fariduddin, yang bukan hanya menunjukkan hormat yang luar biasa kepada kakeknya, tetapi juga sedikit tersirat adanya suasana kebahagiaan, kedisiplinan dan kebersihan di masa Sayyid Ahmad Khan menghabiskan hari-hari kecilnya.
Masa kecil Sayyid Ahmad Khan dilalui dengan kesenangan dan kecukupan, tetapi dengan wafatnya sang kakek, kekayaan keluarganya mulai menurun. Pada 1838 ayahnya meninggal dan keuntungan hasil tanah yang diperuntukkan baginya oleh pemerintah mulai hilang atau mulai dikurangi. Sayyid Ahmad yang masih muda itu mulai mencari penghidupannya sendiri. Pertama-tama ia harus puas mendapat pengangkatan sebagai juru tulis tingkat rendahan, tetapi segera ia diangkat sebagai Munsif (Wakil Hakim), dan pada tahun 1841 ditempatkan sebagai Munsif di kota yang bersejarah Fatihpur Sikri.
Setelah kakek Sayyid Ahmad Khan meninggal, dan agar dapat memperhatikan urusan-urusan keluarga, ia meminta untuk dipindahkan bekerja ke Delhi, dan ia menetap di sana sejak tahun 1846 hingga 1854. Delapan tahun itulah merupakan tahun-tahun yang sangat penting bagi kehidupan Sayid Ahmad Khan. Pada waktu itu ia dapat menyelesaikan pendidikannya, disamping itu juga dapat melihat tidak sekedar khayalan kabur dari anak-anak, tetapi dengan pandangan dewasa dari pemuda yang sedang tumbuh.
                        Karya sastra yang paling pertama dan besar dari Sayyid Ahmad Khan adalah  pujian kepada kota Delhi – Asar-ul-Sanadid atau “Peninggalan-peninggalan lama dari Delhi” yang diterbitkan pada 1847. Sayyid Ahmad menulis uraian tentang gedung-gedung utama di dalam dan sekitar Delhi. Penulis muda tersebut bukan merupakan ahli arkeologi yang terdidik, oleh karena itu setelah pergantian abad, tulisan tersebut diungguli oleh tulisan-tulisan yang lebih sistematis. Tetapi hingga sekarang pun ahli sejarah merasa berhutang budi dan berterimakasih atas kerja yang merupakan pionir tersebut, terutama karena bagian dari gedung-gedung yang digambarkan dalam buku itu dihancurkan selama dan setelah Mutiny, dan kita hanya mengetahui itu semua dengan perantaraan deskripsi yang ditinggalkan oleh Sayyid Ahmad Khan. Yang sangat menarik adalah bab mengenai “Celebrities of Contemporary Delhi” (Kemegahan-kemegahan kota Delhi kontemporer) yang sekalipun ditulis dalam gaya bicara yang pada waktu itu populer di kalangan di kalangan penulis-penulis Persi dan Urdu, barangkali karya ini merupakan tulisan yang paling bagus mengenai sastra, kehidupan agama, dan seni di Delhi pra-Mutiny
            Pada tahun 1857 Sayyid Ahmad Khan genap berusia 40 tahun. Diantara umur tersebut hampir 20 tahun lamanya ia bekerja di pengadilan dan terkenal sebagai pejabat negeri yang adil dan cakap, disamping sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat dan yang menghabiskan waktu senggangnya dalam kegiatan ilmiah. Pada waktu itu kekacauan politik besar terjadi, yang dimulai dengan pemberontakan dari beberapa kesatuan Angkatan Darat India yang kemudian merambah pada penduduk sipil, dan itu menjadi suatu kejadian yang tidak bisa dielakkan bagi rakyat biasa yang tunduk dan patuh untuk berpihak pada konflik yang berdarah itu. Di masa “pemberontakan 1857” itu, ia banyak berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan dan dengan demikian banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap ia telah banyak berjasa bagi mereka dan ingin membalas jasanya, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggris kepadanya ia tolak. Namun gelar Sir yang kemudian diberikan kepadanya dapat ia terima. Hubungannya dengan pihak Inggris menjadi baik dan ini ia pergunakan untuk kepentingan umat islam di India.
                                                  Pada tahun 1869 anak Sayyid Ahmad Khan, Sayyid Mahmud memperoleh beasiswa untuk studi lebih tinggi di Universitas Cambridge, dan Sayyid Ahmad memutuskan untuk menyertainya ke Inggris. Sebenarnya sudah lama ia ingin mengunjungi Inggris dan mempelajari sendiri sumber-sumber kekuatan Inggris, dan rupa-rupanya kepergian anaknya tersebut memberikan kesempatan paling baik untuk melaksanakan keinginannya. Maka pada umur 52 tahun yang sebagian besar orang India merasa bahwa mereka harus beristirahat, ia meninggalkan negerinya untuk suatu perjalanan yang jauh lagi mahal pada waktu itu. Sayyid Ahmad menetap di Inggris selama 17 bulan dan sibuk bekerja.
   Pada akhir 1870 Sayyid Ahmad Khan kembali ke India dan segera menerbitkan majalah Tahdzibul Akhlaq (Pembaharuan Sosial) yang telah ia rencanakan dan bahkan sudah memperoleh alat cetak huruf blok pada waktu ia berada di Inggris. Nomor pertama dari Tahdzibul Akhlaq terbit pada tanggal 24 Desember 1870. Dengan majalah tersebut Sayid Ahmad memulai suatu kampanye yang kuat untuk meningkatkan moral dan tingkah laku umat Muslim di India.
Bersama-sama dengan terbitnya Tahdzibul Akhlaq, Sayyid Ahmad juga mulai bekerja untuk menyiarkan pendidikan modern. Pada tanggal 26 Desember 1870, di Benares ia mendirikan “Society for the Educational Progress of Indian Muslims” (Himpunan untuk Kemajuan Pendidikan Orang-orang Muslim India) yang telah menerima banyak anjuran dan dipertimbangkan masak-masak, memutuskan untuk mulai mendirikan perguruan tinggi “Anglo-Oriental College” dan memilih Aligarh sebagai pusatnya.
Satu tahun setelah berdirinya Perguruan Tinggi tersebut, ia mulai menulis Tafsir Al-Quran. Ia menghabiskan waktunya untuk penulisan ini, hingga akhirnya selesai tujuh jilid besar. Tetapi sayang sekali ia meninggal dunia sebelum tugas tersebut tuntas. Akhirnya Sayyid Ahmad sakit pada tanggal 24 Maret 1898, dan dua hari kemudian dengan membaca Al-Quran ia meninggal dunia.

b)     Pemikiran Sayyid Ahmad Khan
1. Pemikiran keagamaan
Pemikiran keagamaan Amad Khan bersifat puritan, sectarian dan apologetic. Sebaliknya pada tahun 1857, berubah menjadi rasional dinamis dan pragmatis. Ia lebih konsen dengan nilai-nilai moral dan sosial dari pada masalah yang tidak dimengerti akal. Baginya sains dan teknologi dapat memperkuat keyakinan agama apabila islam berdasarkan dialektika tidak tertantang dengan akal. Ahmad Khan menjelaskan bahwa islam itu baru dapat dimengerti oleh penganutnya apabila diwujudkan dengan praktek.
Ahmad Khan melancarkan reformasi dibidang moral, soaial, dan akidah serta praktek-praktek keagaman umat islam secara kritis dan rasional. Sumber ajaran islam menurutnya hanya lah Al-Qur’an dan Hadist, sedangkan ijtihat, jima’ dan qiyas tidak merupakan dasar islam yang absolut. Ia berkeyakinan umat islam sekarang sudah mampu menafsirkan sesuai dengan kondisi tidak harus berpegang teguh pada penafsiran jaman dahulu.
Dengan kemajuan sains diabad ke 19, seorang muslim harus bisa mengetahui pesan Alquran baik secara kiasan maupun tersurat. Oleh karenanya sebuah kajian serius tentang ilmu eksakta seperti yang dikembangkan di Barat memperkuat keyakinannya bahwa Alquran sebagai firman Allah dengan  hukum alam sebgai ketetapannya sudah pasti tidak terjadi pertentangan dengan keduanya. Kepercayaan yang kuat dengan sunatullah ini dikecam oleh ulama tradisionalis menuduhnya karfir.

2. Pemikiran sosial dan reformasi
Pemikiran sosial Akhmad Khan erat hubungannya dengan pemikiran keagamaan, sangat modern dan rasional. Hal ini terlihat dari konsepnya bahwa kemajuan bangsa Barat bukan karna kristennya tapi kemajuaan itu diraih dengan kemampuan intelektual hingga dpt dikembangkan sains dan teknologi, dan umat islampun mampu melakukannya.
Islam sebagai agama monoteisme sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Ia memberikan kebebasan kepada manusia menentukan kehendaknya sendiri asalkan tidak melanggar hak-hak orang lain. Dalam kaitannya dengan kehidupan didunia sangat dibutuhkan kerjasama antar manusia agar terwujud suatu keadaan yang didambakan.
Agama islam sangat toleran dan hormat kepada agama lain. Meskipun umat hindu dan islam terdapat perbedaan-perbedaan dari segi akidah dan sosial. Hindu sebagai mayoritas dan islam sebagai minoritas. Ahmad Khan mendekati Inggir dengan dua pertimbangan. Pertama, kenyataan inggris sebagai negara kuat dan maju dalam bidang sains dan teknologi dibanding umat islam di India. Kedua, dengan mendekati Inggris banyak manfaat yang didapatnya, guna dijadikan modal untuk bangsanya. Disamping islam dapat mengambil ilmu pengetahuan dari inggris untuk mengembangkan diri menuju kemajuan kelak. Sikap loyal dan patuh ditunjukan oleh Ahmad Khan ini merupakan refleksi dari kekagumannya pada kemajuaan Inggris.
Tanpa ketinggian kecerdasan rakyat akan sulit membawa rakyat itu kegelanggang politik dan sosial. Yang penting baginya tercapai kemajuan rakyat, baru kemudian diajak bicara soal yang satu ini dan kemajuan ini tak kan tercapai melalui jalan politik. Menurut Ahmad Khan umat islam itu harus merupakan satu negara yang bebas dari pengaruh hindu agar proses kemajuannya berlangsung cepat. Cita-cita ini baru tercapai setelah 90 tahun kemudian dengan lahirnya Republik Islam Pakistan.

3. Pemikiran dibidang pendidikan dan sosial-keagamaan
Kontribusi Ahmad Khan kepada masyarakat islam tidaklah terbatas pada usahanya mengadakan perdamaiaan dengan penguasa Inggris. Ia telah memberikan sesuatu yang terbaik untuk kesejahteraan bangsanya, pendidikan modern. Amad Khan dipandang sebagai pelopor prndidikan modern bagi umat islam di India.
Pada tahun 1869-1870 Amad Khan mengunjungi Inggris dan berkesempatan mempelajari sistem pendidikan di Universitas Cambrige. Kunjungan ini dimaksudkan untuk mempelajari cara pengelolahan istitut tinggi. Tahun 1874 ia telah selesai merencanakan pendiriaan “Mohammadan Anglo Oriental Collage (MAOC) di Aligarh. Lembaga ini dibentuk sesuai dengan model perguruaan tinggi Inggris dan bahasa Inggris sebagai pengantarnya. Ilmu pengetahuan modern sebagai matakuliah pokok  tanpa mengabaikan pendidikan agama. Bahkan ketaatan menjalankan ibadah sangat diperhatikan, sekolah ini untuk umum dan tidak eksklusif. Tujuan lembaga MAOC ialah menyebarluaskan pendidikan barat dikalangan umat islam, mengevaluasi pendidikan agama yang diberikan sekolah pemerintah serta menjunjung pendidikan agama yang diberikan disekolah swasta.
Ide-ide Ahmad Khan yang lain adalah penolakan terhadap beberapa hukum islam yang tidak relevan, seperti hukum potong tangan bagi pencuri, perbudakan dan poligami. Tujuan utama doa adalah merasakan kehadiran Tuhan bukan untuk meminta sesuatu dari Tuhan. Selain itu ia juga menyusun tafsir Alquran dalam tujuh jilid, didalamnya ia memberikan penjelasan-penjelasan rasional mengenai doktrin-doktrin agama.























Penutup


      Kesimpulan

Kemunduran Islam berdampak pada kehidupan bangsa Islam itu sendiri. Terdapat dua faktor  kemunduran Islam yaitu faktor internal (ekologis) dan faktor eksternal. Dengan berbagai dampak kemunduran bagi umat islam muncullah para tokoh pembaharuan pemikiran Islam. Tokoh yang merubah pola pikir untuk kemajuan kembali umat Islam yaitu Muhammad Abduh dari Mesir dan Sayyid Ahmad Khan dari India. Adapun pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Abduh adalah di bidang segi politik dan kebangsaan, sosial, keyakinan, pendidikan dan pengajaran umum. Pembaharuan yang dilakukan oleh Sayyid Ahmad Khan meliputi bidang pemikiran keagamaan, pemikiran di bidang sosial dan reformasi, dan pemikiran dibidang pendidikan dan sosial-keagamaan. Dengan adanya pembaharuan Islam diharapkan umat Islam bisa bangkit kembali ke masa kejayaannya.
Dikatakan dalam pemikiran para tokoh pembaharu Islam bahwa sifat manusia pada dasarnya tidak pasif, tetapi dinamis yang ynag mempunyai ruang pikir luas yang dibatasi hanya oleh ajaran-ajaran dasar Alquran dan Hadis. Sehingga tidak mengherankan kalau pemikiran mereka bercorak dinamis dan dasar pemikiran dan teologinya dapat membawa umat Islam kepada kemajuan di zaman pengetahuan dan teknologi modern ini.











Daftar pustaka


1.         Harun nasution,1996, pembaharuan dalam islam sejarah pemikiran dan gerakan,bulan bintang : jakarta
2.         Ahmad amir aziz,2009, pembaharuan teologi perspektif modernisme Muhammad Abduh dan Noe-Modernisme Fazlur Rahman, Teras : Yogyakarta
3.         Muhammad Al Bahiy, 1986, pemikiran islam modern, Pustaka panjimas: Jakarta.
4.         ALI, A. Mukti, 1996,Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Mizan : Bandung.
5.         Dr. M. Amin Rais, 1989, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi Masalah-Masalah, Raja Grafindo Persada : Jakarta.





[1]  Tarikh al-Imam, Vol.II, hlm 195
[2] Rsisalah tauhid, hlm 14